Hukum
didefinisikan sebagai suatu sistem aturan atau adat dalam bidang Kawasan Konservasi
Perairan, ditetapkan oleh lembaga atau instansi yang berwenang, sebagai pedoman
tindakan seluruh masyarakat Indonesia, mengikat dan dikenakan sanksi jika
terjadi pelanggaran– sistem aturan ialah berbagai komponen peraturan yang
terkait satu sama lain menjadi satu kesatuan. Peraturan didefinisikan sebagai tatanan,
petunjuk, kaidah atau ketentuan yang dibuat untuk mencapai sasaran (goal)
dari pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia. Dengan demikian,
hukum tentang Kawasan Konservasi Perairan bisa dikatakan sebagai himpunan
seluruh peraturan yang saling terkait satu sama lain dan mengatur tentang
pengelolaan kawasan.
Kebijakan
ialah rangkaian konsep dan asas terkait dengan kawasan konservasi yang menjadi pedoman
dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi untuk mencapai tujuan pengelolaan
Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia. Kebijakan berbeda dari prosedur atau protokol
– dia menentukan apa dan mengapa suatu tindakan konservasi diperlukan.
Sedangkan prosedur atau protokol mencakup keseluruhan tentang apa, siapa,
bagaimana, dimana, dan kapan kegiatan dilakukan untuk mencapai sasaran (tujuan)
Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia. Kebijakan juga bisa dikatakan sebagai
pernyataan kehendak, statement of intent, atau komitmen untuk melakukan
tidakan yang dibutuhkan dalam rangka pencapaian sasaran pengelolaan Kawasan Konservasi
Perairan di Indonesia.
Peraturan dan Kebijakan Dibidang Kawasan Konservasi
Perairan
Perkembangan
hukum dan kebijakan dalam bidang Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia
sangat terkait dengan keharusan atau komitmen bangsa untuk mengadopsi ketentuan
hukum internasional tentang konservasi kawasan. Selain itu, pemerintah juga
mengadopsi beberapa prinsip Standar Tingkah Laku Internasional (global)
tanpa mengesampingkan identitas bangsa dan ketentuan hukum dan kebijakan di
Indonesia. Dengan demikian, penyerasian proses hukum dan kebijakan secara
internasional dilakukan karena kewajiban dan tanggung jawab negara kepada dunia
global serta adopsi kode etik yang sesuai dan memungkinkan untuk dilakukan di
wilayah perairan Indonesia.
Peraturan dan Kebijakan Internasional dan Regional
Pada tanggal 13 Desember tahun 1957,
Indonesia menyatakan secara sepihak Wilayah Perairan Nusantara yang disebut
dengan Deklarasi Djuanda. Pada saat yang hampir sama, dunia membahas
kepentingan usaha penangkapan ikan dan konservasi sumber daya ikan di lepas
pantai. Hak Indonesia sebagai negara berdaulat atas wilayah perairan akhirnya
diterima pada tahun 1982.
Namun pada
saat yang sama, kita juga harus bertanggung jawab untuk menyusun langkah-langkah
nyata terkait dengan konservasi sumber daya ikan di lepas pantai melalui
konservasi di dalam Wilayah Perairan Nasional. Secara berurutan ketentuan
hukum, peraturan dan kebijakan global yang mendorong berkembangnya Kawasan
Konservasi Perairan di Indonesia, ialah sebagai berikut:
- Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the High Seas 1958
- United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), 1982;
- Agenda 21 UNCED (United Nations Convention on Environment and Development);
- United Nations Convention on Biological Diversity (UNCBD), 1992;
- United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), 1992;
- Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), 1995
1 Sedangkan beberapa ketentuan regional yang terkait, antara lain ialah:
- Coral Triangle Initiative (CTI) on Coral Reefs, Fisheries and Food Security, 2007;
- Arafura Timor Seas Expert Forum (ATSEF)
Konvensi Jenewa, 1958
Peraturan dan Kebijakan Internasional dan Regional
Pada
tanggal 13 Desember tahun 1957, Indonesia menyatakan secara sepihak Wilayah Perairan
Nusantara yang disebut dengan Deklarasi Djuanda. Pada saat yang hampir
sama, dunia membahas kepentingan usaha penangkapan ikan dan konservasi sumber
daya ikan di lepas pantai. Hak Indonesia sebagai negara berdaulat atas wilayah
perairan akhirnya diterima pada tahun 1982.
Namun pada
saat yang sama, kita juga harus bertanggung jawab untuk menyusun
langkah-langkah nyata terkait dengan konservasi sumber daya ikan di lepas
pantai melalui konservasi di dalam Wilayah Perairan Nasional. Secara berurutan
ketentuan hukum, peraturan dan kebijakan global yang mendorong berkembangnya
Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia, ialah sebagai berikut:
- Convention on Fishing and Conservation of the Living Resources of the High Seas 1958
- United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), 1982;
- Agenda 21 UNCED (United Nations Convention on Environment and Development);
- United Nations Convention on Biological Diversity (UNCBD), 1992;
- United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), 1992;
- Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), 1995
Pada tahun 1958, Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) menyelenggarakan konferensi
internasional
tentang hukum laut (Conference on the Law of the Sea) di Jenewa Swiss.
Indonesia berhasil mengirim delegasi untuk ikut dalam koferensi. Pertemuan
memutuskan 3 (tiga) konvensi sebagai berikut:
- Coral Triangle Initiative (CTI) on Coral Reefs, Fisheries and Food Security, 2007;
- Arafura Timor Seas Expert Forum (ATSEF)
- Convention of the High Seas.
Analisis Hukum dan Kebijakan Internasional Tentang
Kawasan Konservasi
Sejak tahun
1958, Indonesia mempunyai kewajiban dan mengemban tanggung jawab untuk menerapkan
prinsip-prinsip konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dalam usaha penangkapan
ikan di wilayah perairan nasional Indonesia. Hal ini dimulai dari peran serta
pemerintah dalam konvensi Jenewa yang dilanjutkan dengan penanda tanganan 3
(tiga) naskah konvensi ketika itu.
Salah satu
naskah konvensi ialah tentang Convention on Fishing and Conservation of the
Living Resources of the High Seas. Selain itu, pemerintah juga melakukan ratifikasi
terhadap ketiga naskah melalui UU No. 19 tahun 1961. Naskah konvensi
mengharuskan setiap negara pantai (coastal state) untuk melakukan
langkah konservasi dan pengelolaan berkelanjutan dalam operasi penangkapan ikan
di wilayah perairan nasional masing-masing negara. Namun pendekatan kawasan
sebagai salah satu alat ukur (tool) tidak disebutkan secara tertulis di
dalam naskah konvensi – Naskah konvensi Jenewa bisa dikatakan sebagai peraturan
yang bersifat tidak langsung dalam perkembangan Kawasan Konservasi Perairan di
Indonesia.
Indonesia
meratifikasi naskah UNCLOS melalui UU No. 17 tahun 1985. Secara
strategis UNCLOS merupakan pengakuan terhadap wilayah perairan laut dari
setiap negara berdaulat, termasuk Indonesia. Dengan demikian, Deklarasi
Djuanda yang diumumkan sepihak oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1957
mendapat pengakuan formal setelah UNCLOS disetujui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
di dunia. Namun pada saat yang sama, Indonesia juga dikenakan tanggung jawab untuk
bekerja sama dengan negara lain terkait dengan pengelolaan perikanan tangkap
secara berkelanjutan.
Konservasi
ialah pendekatan penting yang harus dilakukan oleh setiap negara pantai (kata
konservasi disebut 34 kali pada naskah konvensi). Namun kawasan konservasi
tidak disebutkan secara tertulis sehingga UNCLOS bisa dikatakan sebagai
peraturan global yang tidak langsung mempengaruhi kebijakan Kawasan Konservasi
Perairan di Indonesia.
Indonesia
ialah peserta konperensi UNCED (United Nations Conference on
Environment and Development) yang diadakan di Rio de Jeneiro Brasil pada
tahun 1992. Konperensi menghasilkan 40 konvensi, salah satu diantaranya ialah
tentang keanekaragaman hayati, United Nations Convention on Biological
Diversity (UNCBD). Peraturan global ini diratifikasi oleh pemerintah
melalui UU No. 5 tahun 1994 (Indonesia ialah negara ke-delapan yang menyatakan
mengadopsi UNCBD dan menanda tangani naskah tersebut di Brasil pada
tahun 1992). Naskah ini menyebutkan secara jelas tentang kawasan konservasi.
Naskah konvensi menyatakan bahwa konservasi keanekaragaman hayati harus dilakukan
dalam 3 (tiga) pendekatan, ialah: konservasi kawasan, konservasi spesies dan
konservasi genetik. Konservasi kawasan termasuk dalam kategori konservasi in-situ.
Kebijakan dan Hukum Tentang Kawasan Konservasi di
Indonesia
Tata urutan (hierarchical structure)
dari peraturan yang berlaku di Indonesia sudah sangat jelas, dimulai dari:
• Undang-Undang Dasar 1945;
• Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR);
• Undang-Undang;
• Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
• Peraturan Pemerintah;
• Peraturan/Keputusan Presiden; dan
• Peraturan Daerah.
Sesuai dengan tata urutan peraturan perundang-undangan
maka setiap aturan hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan
dengan aturan hukum yang lebih tinggi. Jenis Peraturan Perundang-undangan
selain sebagaimana dimaksud di atas, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan yang lebih tinggi.
Tata urutan peraturan terkait dengan Kawasan Konservasi Perairan di
Indonesia ialah sebagai berikut:
•
Konstitusi/UUD 1945;
•
Ketetapan MPR No. II/MPR/1993 tentang GBHN 1993 –
1998;
•
Ketetapan MPR No. II/MPR/1998 tentang GBHN 1998 –
2003;
•
UU No. 19 tahun 1961 tentang Persetujuan Atas Tiga
Konvensi Jenewa tahun 1958;
•
UU No. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kehutanan (diganti dengan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan);
·
UU No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (diganti dengan UU No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup);
•
UU No. 5 tahun 1985 tentang Perikanan;
•
UU No. 17 tahun 1985 tentang pengesahan UNCLOS;
•
UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya;
•
UU No. 24 tahun 1992 Penataan Ruang;
•
UU No. 5 tahun 1994 tentang pengesahan UNCBD (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai keanekaragaman hayati);
•
UU No. 6 tahun 1994 tentang UNFCCC (Konvensi Kerangka
Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa mengenai Perubahan Iklim);
•
UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia;
•
UU No. 23 tahun 1997 Pengelolaan Lingkungan Hidup
(diganti dengan UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup);
•
UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan;
•
UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan;
•
UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;
•
UU No. 21 tahun 2004 tentang Pengesahan Protocol
Cartagena;
•
UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
•
UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
•
UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
•
PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam;
•
PP No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber daya
Ikan;
•
Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung;
•
PerMen Kelautan dan Perikanan No. 17 tahun 2008
tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ;
Download
selengkapnya di SINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar