BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indonesia adalah sebuah negara yang letak geografisnya
sangat menguntungkan, yaitu tepat terlewati oleh garis lintang nol derajat atau
garis katulistiwa. Ini menjadikan Indonesia sebuah Negara yang beriklim tropis
memiliki kekayaan flora dan fauna yang sangat beragam., termasuk juga
keanekaragaman jenis serangga yang hidup di dalamnya(Aryodhimar, 2010).
Serangga-serangga tersebut ada yang hidup di darat dan
juga ada yang hidup di perairan. Salah satu serangga yang hidup di perairan
yaitu ulat air berkantung yang biasa disebut dengan caddisfly. Caddisfly
termasuk serangga dari ordo Trichoptera yang banyak dijumpai di sungai berarus
deras dengan kandungan oksigen tinggi. Bentuknya seperti ulat, memiliki tiga
pasang kaki dan bernapas dengan insang yang terletak di ruas abdomen. Beberapa
dari kelompok hewan ini memakan tumbuhan.
Menurut Saruni et. al., (2008), pengkajian kualitas air dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain dengan analisis fisika-kimia dan analisis biologi.
Analisis biologi khususnya analisis struktur komunitas makrozoobentos adalah
cara yang umum dilakukan untuk menggambarkan kualitas perairan. Hewan bentos
hidup relatif menetap (sessile) sehingga baik digunakan sebagai penunjuk
kualitas perairan.
Caddisfly merupakan salah satu hewan
bentos yang hidup di perairan tercemar. Sehingga hewan ini dapat digunakan
sebagai bioindikator bagi perairan yang tercemar. Oleh karena itu, penulis
mengangkat judul, “Peranan Caddisfly sebagai Bioindikator Kualitas Air”.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang penulis tulis yaitu
bagaimanakah peranan caddifly sebagai bioindikator kualitas air?
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui peranan caddifly
sebagai bioindikator kualitas air.
1.4 Manfaat
Penulisan
Manfaat
dari penulisan makalah ini adalah untuk:
-
Mengetahui
peranan caddisfly dalam suatu perairan
- Menambah wawasan bagi penulis maupun
pembaca tentang peranan caddisfly sebagai bioindikator kualitas air
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ulat Air
Berkantung
Menurut Iqbal et. al., (2011), ulat air berkantung
termasuk di dalam ordo Caddisfly dan merupakan organisme yang pada tahap
larvanya berada di dalam sebuah kantung yang ia buat sendiri dan terletak pada
dasar sungai atau batu di dasar sungai. Klasifikasi ulat air berkantung yaitu:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Super
Ordo : Amphiesmenoptera
Ordo : Trychoptera
Menurut Pescador et. al., (1995) Caddisfly (Trichoptera) merupakan komponen biotik
yang penting dan bermacam-macam dari ekosistem air tawar, yang bisa beradaptasi
dan menggantikan hampir di setiap macam habitat perairan. Meskipun keragaman
spesies terbesar terjadi pada perairan berarus, banyak spesies mendiami danau
dan kolam termasuk habitat khusus seperti kolam, genangan, serapan, dan sungai
kecil.
2.2 Habitat
Ulat Air Berkantung
Menurut Mackay
dan Wiggins (1979) dalam Sudarso
(2009), Ulat air berkantung umumnya banyak
dijumpai pada perairan yang memiliki permukaan batuan dari dasar sungai atau
danau. Hewan tersebut untuk memperoleh makanan biasa menggunakan jaring mirip
sutera. Beberapa jenis larva Trichoptera sering hidup dalam seludang pelindung
untuk mempertahankan diri dari predator. Suku Limnephiloidae menggunakan
suteranya untuk membuat sarang portable yang berasal dari bahan mineral
atau material organik. Namun tidak semua hewan tersebut tinggal dalam sarang
guna menyaring makanan yang hanyut terbawa oleh arus air.
Menurut
Urbanic et al. (2005) dalam Sudarso (2009), sebagian besar larva Trichoptera lebih
menyukai hidup pada tipe perairan dangkal (5-10 cm ) dengan air yang mengalir
di atas permukaan batuan dan sedikit jenis yang ditemukan pada substrat halus
di bagian air yang dalam.
Di indonesia,
ulat air berkantung ini, sering ditemukan pada daerah sumber mata air yang
memiliki air jernih dan arus yang tidak terlalu deras. Sesuai dengan penjelasan
pada wikipedia bahwa ulat air berkantung ini memang suka hidup pada bebatuan
atau di dasar sungai yang memiliki arus, namun tidak terlalu deras (Iqbal et. al.,, 2011).
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Ulat Air Berkantung sebagai Bioindikator
Kualitas Air
Keadaan
kualitas air sungai dapat secara efektif dianalisis menggunakan organisme
bentik makroinvertebrata (Welch dan Lindell, 1992 dalam Bahri dan Priadie, 2007).
Menurut
Sudarso (2009), beberapa alasan penting tentang keuntungan penggunaan hewan
tersebut sebagai bioindikator lingkungan antara lain:
1)
Distribusi
yang luas dari organisme tersebut dengan berbagai macam tipe habitat mulai dari
rembesan air, mata air, sungai, danau, hingga laut (Mackay dan Wiggins, 1979).
2)
Kelimpahan
yang relatif besar di ekosistem akuatik, 3) Respon terhadap kualitas lingkungan
dapat ditunjukkan dengan perubahan morfologi, bioakumulasi, dan perilaku (Sola
dan Prat, 2006).
3)
Diversitas
jenisnya relatif tinggi. Lebih dari 1350 jenis yang telah diketahui di daerah
Amerika utara. Geraci dan Morse(2008) yang melakukan penelitian di Sulawesi
Utara menemukan 89 jenis hidup di Sulawesi,
4)
Siklus
hidupnya relatif panjang, umumnya bersifat univoltine (satu generasi
dalam satu tahun) dan sebagian besar memiliki 5 instar tahap perkembangan (Wiggins,
1996).
5)
Fungsinya
dalam rantai makanan sebagai dekomposer bahan organik dan sumber makanan bagi
burung dan ikan.
6)
Ukurannya
relatif besar yaitu 1- 3 cm dengan berat kering 30-100 mg (Berra et al. 2006;
Vuori dan Kukkonen, 1996),
7) Tubuh hewan yang relatif keras
sehingga memudahkan dalam melihat adanya abnormalitas morfologi dibandingkan
dengan larva Chironomid (Vuori dan Kukkonen, 1996).
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Iqbal et.
al., (2011), dalam menentukan
kualitas air sungai digunakan pencacahan secara langsung terhadap ulat air
kantung yang ditemukan pada masing-masing pencuplikan. Untuk menentukan mutu
lingkungan perairan dari kehidupan bentos digunakan kriteria pencemaran air
seperti tercantum pada tabel dibawah ini:
Sesuai
dengan rencana yang dituliskan di dalam proposal penelitian Iqbal et. al., (2011), data tentang preferensi
Caddisfly di daerah hulu sungai berantas telah di ambil pada minggu
ketiga bulan maret. Diperoleh hasil pada daerah hulu ditemukan caddisfly
sebanyak 309 pada 10 titik pencuplikan dengan nilai rata-rata sebesar 10,3
caddisfly pada tiap titik cuplikannya. Pengambilan sampel ulat air berkantung ini
menunjukkan rata-rata lebih dari 10 yang berarti bahwa berdasarkan keberadaan
ulat air berkantung menunjukkan kondisi kualitas air pada bagian hulu sungai
berantas masih baik. Pengalaman juga menunjukkan bahwa caddifly jarang sekali
ditemui pada perairan yang kualitas airnya telah tercemar. Sehingga Caddisfly
memang cocok dan akurat sebagai organisme bioindikator pemantau kualitas
perairan.
Kesingkronan hasil penelitian ini
dengan beberapa penelitian sebelumnya yang lebih kompleks menunjukkan bahwa
penggunaan Caddisfly sebagai organisme bioindikator pemantau kualitas
perairan sudah tepat dan dapat diandalkan. Kelebihan lain dari penggunaan
organisme sebagai biondikator adalah biaya yang murah dan waktu yang lebih
singkat.
BAB 4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa:
-
Ulat
air berkantung (Caddisfly) merupakan
organisme yang pada tahap larvanya berada di dalam sebuah kantung yang ia buat
sendiri dan terletak pada dasar sungai atau batu di dasar sungai
-
Ulat
air berkantung (Caddisfly) umumnya
banyak dijumpai pada perairan yang memiliki permukaan batuan dari dasar sungai
atau danau
-
Ulat
air berkantung (Caddisfly) dapat
digunakan sebagai bioindikator kualitas air dalam suatu perairan
-
Semakin
banyak jumlah ulat air berkantung (Caddisfly)
dalam suatu perairan, maka semakin baik pula kualitas suatu perairan
4.2
Saran
Dengan adanya
penulisan makalah tentang peranan caddifly sebagai bioindikator kualitas air.
Disarankan pembaca dapat mengetahui klasifikasi, morfologi, habitat, dan
peranan caddifly. Sehingga dapat menambah wawasan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Aryodhimar. 2010. Museum
Serangga Indonesia. http: . Diakses pada tanggal 25 November 2011
Bahri,
Syamsul. Bambang Priadie, 2007. Prediksi
Tingkat Pencemaran Air Sungai Menggunakan Indeks Kimia-Fisika dan Metrik Bentik
Makroinvertebrata. JSDA Vol. 3, No. 4. Diakses pada tanggal
Iqbal,
Mochammad. Agus Prasetyo. Hamidah Barid. 2011. Pemanfaatan Ulat Air (Caddisfly) sebagai Indikator Kualitas Biologi
Perairan Sungai Berantas di Kota Malang. Universitas Negeri Malang. Malang
Pescador, Manuel L. Andrew K.
Rasmussen. Steven C. Harris. 1995. Identification
Manual For The Caddisfly (Trichoptera) Larvae of Florida. Bureau of Surface
Water Management. Florida
Saruni et. al.,(2008).
Penentuan Kualitas Air Berdasarkan Sistem
Saprobik di Hulu Sungai Ciapus Bogor. IPB Bogor. Diakses pada tanggal 25
November 2011
Sudarso, Yoyok. 2009. Potensi
Larva Trichoptera sebagai Bioindikator Akuatik. Oseanologi
dan Limnologi di Indonesia 35(2): 201-215. Diakses pada tanggal 25
November 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar